Minggu, 24 April 2016

goresan tinta


Sebuah tinta pun akan menyakiti kertas jika ia membuatnya basah. Dan sebuah pertemuan pun juga dapat membuat luka jika hanya menimbulkan sesak berkepanjangan.

Entah bagaimana, entah sedalam apa, kau tetap disini. Entah kuletakkan ke nomor berapa. Dirimu bagaikan sebuah foto usang berumur ratusan tahun, yang sudah pudar juga berdebu. Yang sangat penting seperti nyawa juga nafas, namun lupa kutaruh dimana. Mencoba-coba untuk menghilangkannya namun mencoba juga untuk mengingatnya dan memberi tanda. Agar sewaktu-waktu, jika kau datang, bersama pasukan rindu, aku tak gelagapan untuk mencari pelampiasan.

Rasa-rasanya hatiku diterpa lindu mahadahsyat. Seakan guncangan itu malah membuat bingkai-bingkai foto kenangan yang kutata rapih, berderet indah dengan cabikan cabikan puitis juga erotis lengkap dengan percobaan membunuh kenangan itu jatuh berserakan. Saling bertabrakan lalu memecahkan diri masing-masing. Hingga lukisan gambar yang berlindung didalamnya keluar tak berdaya. dapat kau bayangkan, Mas?

Sekali lagi, kau datang tanpa permisi. dan aku tanpa amunisi. Tanpa perlawanan juga pertahanan. Aku tak tahu. Kenapa kau terlalu sempurna bagiku. Terlalu sempurna untuk mencampur-adukkan perasaan semua perasaan yang dapat dirasakan. Dan yang paling hebat, aku dapat merasakan dua rasa yang bercampur jadi satu namun malah membuat sakaratul mautku semakin pedih. Merasakkan bahagia juga derita dalam satu waktu. Megap-megap seakan kehilangan nyawa namun hati indah tak tergundahkan namun siap melayang. Bisa kau bayangkan sejahat apa kau sekarang mas?

aku tahu. Sangat tahu. Jelas paham. Sudah mengerti. Bahkan amat teramat. Salah satu terdakwa dalam kasus kita adalah aku. Aku yang terlalu tinggi tanpa pernah berpikir kau akan pergi. Aku berlari namun tak sadar kau jauh berhenti. Begitu seterusnya hingga aku terengah-terengah lalu menoleh kebelakangan. BANG!!! you're dissapear. Lalu pantaskah gadis yang belum kering lukanya, yang butuh sandaran didekatnya malah kau jatuhkan dengan kejamnya? Aku paham. Takkan ada kata PHP jika tak ada yang ke-GR-an. Namun dapatkah kau pahami? Takkan ada kata GR jika tak ada yang membawa nyaman. Membuatmu hangat pada sebuah tulisan yang tercetak pada datarnya layar telepon genggam yang maya.

Lalu siapa dari kita yang patut disalahkan, Mas? Aku yang terlalu menganggapmu nyata diantara semunya media maya yang seakan memfasilitasi kesepian yang mengkungkung kekosongan? Atau kau yang dengan mudah pergi datang membuatku kepayahan mencari obat penenang seperti pecandu yang sedang sakau? Sampai aku lupa pernah menaruhmu pada deretan teratas, terdepan. Menjadikanmu yang kunanti dan sekarang kuhindari.

Kenapa, Mas? Kedatanganmu yang seperti angin segar (dulu) malah mematikkanku?melihat sosokmu? Malah membuat sesak ini bertambah dan pekat. Sangat pekat. Hingga membuatku tercekat.  Aku hampir mati saat kau kukira mati namun malah pergi tanpa kembali. Aku tak pernah berharap lebih dari seorang adik yang merindukan abangnya,Entah, kufikir, segala tentangmu, bangunanmu, terlalu membuangku. Biarkan aku begini. Tersakiti lalu mati. Semoga tetap dirahmati.

Dari, yang sedang tidak waras hatinya, karena entah kenapa, aku meraba lebam hatiku yang pernah tersentuh hangat sapaanmu... terimakasih .. karena kau orang pertama yg mengenalkan cinta padamu .. ws

gula jawa


GULA JAWA
diufuk timur fajar menyapa ....
embun pagi masih terasa ..
pak tua ..
terbangun dari tempat kau berbaring...
melangkah kaki menuju dunia ..
membuka mata melihat dunia ...
menyapa untuk dunia ...
pak tua ...
embun masih terasa dikala itu ..
hari pun sudah dimulai tuk jalani aktifitasmu ...
kau lihat pohon itu begitu berdiri tegak ..
kau panjat setapak demi setapak ...
tak sadar keringat pun mengalir ..
sesampai nya diatas ..
kau mulai mengiris sedikit demi sedikit bunga kelapa ..
seperti kau mengeris sedikit demi sedikit kehidupanmu ..
demi tetesan air nira .. seperti tetesan rizki dari illahi .
kau pasangkan untuk tampungan tetesan itu dalam wadah bambu ..
menunggu hingga hari mulai senja ..
kau masak air nira itu sampai mengental ..
seperti kehidupanmu kau kentalkan dg jerih payahmu ..demi kehidupan anak istrimu ...
hingga tercipta manisnya kehidupan seperti gula jawa ...
gula jawa tak semanis perjuanganmu ..
terima kasihku untukmu ...
kecilku dibesar kan oleh gula jawa ..
‪#‎wiwiranti‬
‪#‎puisiku‬